Deviant Ornaments: Museum Oslo Membongkar Sejarah

Deviant Ornaments: Museum Oslo Membongkar Sejarah

Written by:

Oslo kini menjadi panggung perdebatan seni yang tak terduga ketika National Museum of Norway (Nasjonalmuseet) membuka pameran berjudul Deviant Ornaments yang secara radikal menampilkan lebih dari 1.000 tahun ekspresi queer dalam seni Islam. Pameran ini bukan sekadar retrospektif estetika biasa, melainkan sebuah narasi panjang tentang bagaimana ekspresi gender dan seksualitas hadir dalam budaya visual di wilayah yang sejarahnya sering disalahpahami atau direduksi oleh narasi hegemonik Barat. Pameran berlangsung dari 27 November 2025 hingga 15 Maret 2026 di Oslo dan menunjukkan bagaimana seni tidak hanya merekam, tetapi juga mempertanyakan struktur identitas, norma sosial, dan kekuasaan. Art Newspaper

Apa yang membuat Deviant Ornaments penting bukan hanya koleksi objeknya, tetapi cara pandangnya terhadap sejarah Islam dan queer secara simultan—menunjukkan bukti bahwa wacana queer dalam seni bukan sekadar fenomena modern tetapi telah hadir dan berkembang dalam titik temu budaya yang kompleks. Pameran ini dirancang oleh kurator Noor Bhangu—seorang cendekiawan seni yang bekerja untuk memahami dan menggambarkan relasi antara budaya visual, seksualitas, dan sejarah kolonial. Art Newspaper


Dari Satu Milenium Ekspresi ke Ruang Kontemporer

Deviant Ornaments mencakup karya dari abad ke-11 hingga abad ke-21, termasuk objek bersejarah seperti keramik Fatimid dari Mesir abad ke-11, ubin abad ke-13 dari Iran, tekstil Safavid, sampai karya kontemporer oleh seniman internasional. Semua itu bukan sekadar dipamerkan berdampingan; mereka dirangkai untuk memperlihatkan kontinuitas dan perubahan dalam representasi ekspresi gender dan seksualitas, bahkan ketika bentuknya tersembunyi atau disandi dalam ornamentasi yang tampak netral. Art Newspaper

Berbagai jenis objek dipilih untuk menunjukkan keberagaman ekspresi queer di berbagai wilayah yang dikaitkan dengan tradisi Islam: dari Eurasia, Timur Tengah, Asia Selatan, hingga diaspora global. Pameran ini melampaui batasan geografis dan temporal yang seringkali mematikan narasi seni non-Barat. Visit Norway


Tiga Tema Utama Pameran

Kurasi pameran dibagi dalam tiga tema besar: Abundance (Kelimpahan), Ornamentation (Ornamen), dan History of Sexuality (Sejarah Seksualitas). Ketiga tema ini bukan hanya kerangka visual, tetapi juga membawa publik masuk dalam sejarah yang tumpang tindih antara budaya visual, struktur sosial, dan kekuasaan. Nasjonalmuseet

1. Kelimpahan: Ekspresi Queer di Lintas Zaman

Tema ini mencoba memetakan jejak queer yang tersebar dalam berbagai karya dari zaman klasik sampai kontemporer. Ekspresi queer tidak selalu eksplisit; kadang hadir dalam bentuk simbolik atau estetika ornamentasi yang tersamar. Pameran menunjukkan bagaimana motif visual sering kali menyimpan makna ganda—bukan sekadar dekorasi, tetapi juga bahasa tersirat tentang cinta, keinginan, dan identitas. Visit Norway

Beberapa objek sejarah berasal dari periode ketika tensor budaya tidak dikenakan pemahaman modern tentang seksualitas, tetapi praktik queer tetap hadir sebagai bagian dari pengalaman manusia. Poin ini penting karena menolak narasi homogen yang mengklaim bahwa ekspresi queer hanya muncul melalui lensa Barat modern. Visit Norway

2. Ornamentasi: Seni sebagai Kode, Seni sebagai Riwayat

Bagian ini memusatkan perhatian pada ornamentasi dan detail visual yang sering kali dipandang sekadar dekoratif. Di sini, ornamen dipahami sebagai arsip queer tersembunyi—cara seniman sejak lama mengkomunikasikan identitas, hubungan, atau ekspresi yang dibatasi oleh norma dominan. Visit Norway

Ornamen bukan sekadar pola. Ia menjadi bahasa visual yang fleksibel, yang bisa memuat narasi gender dan seksualitas yang kompleks. Dalam pameran ini, ornamen dari keramik, tekstil, dan ubin kuno dipasangkan dengan karya kontemporer yang mengubah atau memperluas kode-kode tersebut. Nasjonalmuseet

3. Sejarah Seksualitas: Mengurai Arsip yang Terpinggirkan

Bagian ini adalah salah satu yang paling radikal: menempatkan konsep seksualitas queer dalam konteks sejarah Islam jauh sebelum kategori identitas modern terbentuk. Ini bukan sekadar narasi sejarah yang ditulis ulang, tetapi sebuah rekonstruksi arsip—menggali bagaimana bentuk visual tertentu dapat mencerminkan relasi sosial, erotika, dan keinginan yang selama ini tersembunyi atau disembunyikan. Nasjonalmuseet


Tokoh dan Karya Penting dalam Pameran Ini

Pameran menampilkan karya dari lusinan seniman, baik dari sejarah maupun kontemporer, yang menyampaikan gagasan queer dalam bahasa visual yang beragam.

Rah Eleh (Amorous Couple, 2025)

Karya ini adalah patung cetak 3D yang terinspirasi oleh ilustrasi Mughal abad ke-17 yang menampilkan intimasi lesbian, dan menjadi salah satu titik awal untuk membahas bagaimana representasi homoseksual pernah eksis dalam seni klasik. Wallpaper*

Lynette Yiadom-Boakye (Kasbah, 2008)

Lukisan ini mempertanyakan peran gender dan orientalisme melalui figur figuratif yang memadukan konteks sejarah dengan isu kontemporer—menjadi jembatan antara tradisi visual Afrika dan diskursus global queer. Wallpaper*

Damien Ajavon (Chemin vers Oslo)

Instalasi tekstil dengan simbol seperti Hand of Fatima dan mata jahat menyatukan tradisi protektif dengan gagasan queer sebagai bentuk perlawanan terhadap narasi dominan. Wallpaper*

Karya lain oleh Shahzia Sikander, Kasra Jalilipour, Sa’dia Rehman, dan hingga Taner Ceylan juga memperlihatkan bagaimana identitas queer dan sejarah visual Islam berinteraksi dalam konteks estetika dan politik yang beragam. Art Newspaper


Menantang Narasi Tradisional Tentang Seni Islam

Pameran ini secara sadar mematahkan dua asumsi besar:

  1. bahawa Islam sebagai tradisi visual melarang representasi makhluk hidup, terutama yang menyangkut seksualitas atau queer, dan
  2. bahawa queer merupakan fenomena kontemporer yang terpengaruh sepenuhnya oleh Barat.

Dengan menggabungkan artefak bersejarah dan karya kontemporer, kurator Noor Bhangu menunjukkan bahwa ekspresi queer telah menjadi bagian dari produksi visual di dunia Islam selama ratusan tahun, namun sering tersingkirkan oleh narasi kolonial dan penafsiran modern yang sempit. Art Newspaper

Bhangu juga menekankan pentingnya konteks sosial budaya: banyak sejarah queer di dunia Islam terhapus atau terdistorsi oleh tekanan kolonial dan wacana Orientalist yang memaksakan kerangka pandang homogen. Pameran ini mencoba menghadirkan sejarah queer yang berakar dalam tradisi non-Barat, menunjukkan kompleksitas hubungan antara seksualitas dan artefak visual. Art Newspaper


Respon Publik dan Kontroversi

Topik queer dalam konteks seni Islam bukan isu yang ringan. Dalam beberapa komunitas, penggabungan seksualitas dengan narasi Islam dapat menjadi sensitif atau bahkan tabu. Namun pameran Deviant Ornaments justru memilih pendekatan historis dan kritis, bukan sensasionalisme, sehingga membuka ruang diskusi yang lebih dalam antara budaya, sejarah, dan identitas. Art Newspaper

Beberapa pengamat seni memuji keberanian kurator untuk menyatukan artefak sejarah dengan diskursus queer kontemporer tanpa mengurangi sensitivitas budaya yang rumit. Banyak yang melihat pameran ini bukan sekadar pameran seni, tetapi juga bentuk pemulihan arsip yang telah terpinggirkan selama berabad-abad. Frieze


Pendidikan, Dialog, dan Masa Depan

Deviant Ornaments berfungsi bukan hanya sebagai tontonan visual, tetapi juga sebagai arena pendidikan dan dialog lintas budaya. Dengan menghadirkan narasi queer dalam sejarah Islam, pameran membuka ruang bagi pengunjung untuk berpikir ulang tentang:

  • cara kita memahami sejarah seni global
  • relasi antara budaya visual dan identitas seksual
  • pengaruh kolonialisme terhadap pembentukan narasi seni
  • serta bagaimana interpretasi estetika memengaruhi pemahaman sosial kita tentang seksualitas di masa lalu dan sekarang All Things Nordic

Kesimpulan: Melampaui Ornamentasi

Deviant Ornaments bukan sekadar pameran seni yang menampilkan objek estetika yang indah atau menarik. Ia adalah undangan untuk berpikir ulang tentang narasi sejarah yang telah terpolarisasi oleh batasan budaya dan wacana dominan. Pameran ini menunjukkan bahwa ekspresi queer dapat dilihat dalam ornamen, pola, tekstil, dan representasi visual lain jauh sebelum kerangka modern terbentuk. Visit Norway

Dengan memadukan artefak bersejarah dan karya kontemporer dari berbagai geografi, Deviant Ornaments mengajukan sebuah premis penting: bahwa seni Islam dan ekspresi queer bukanlah dua hal yang terpisah, dan bahwa seni selalu menjadi wadah bagi keragaman identitas yang kompleks. Art Newspaper

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share via
Copy link